.post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Senin, 19 Mei 2008

Kala Banyak Orang Teriak Bangkit...

Bangkit merupakan antonim dari manifesto keterpurukan, kelemahan, keletoyan, kekalahan, kepecundangan, dan kata-kata lain yang menggambarkan miskin energi. Mulai dari miskin energi untuk beraktivitas, miskin energi untuk melanjutkan kehidupan, miskin energi untuk berpikir, merasa, dan bahkan miskin energi untuk berbuat suatu kebaikan. Astaghfirullahal'adzim...

Bangkit memang begitu mudah dilepehkan dari mulut-mulut kita. Bangkit sangat mudah diluncurkan dari bibir-bibir kita, tapi saat kata bangkit harus diberi ruh dan mempunyai kehidupan, apa yang terjadi ??? Tidak semua orang berhasil untuk menghidupkannya.  Bergeser saja sulit apalagi mau bangkit... mungkin kata-kata ini sebuah apologi jadul (kalau tidak mau dikatakan basi) buat mereka-mereka yang enggan keluar dari area kenyamanan. Dan kenyamanan yang saya sampaikan disini bukan kenyamanan yang selalu dimonopoli hal yang indah-indah atau nikmat saja. Tapi, juga kenyamanan dengan ketiadaan, kekurangan, kelemahan, dan segala kondisi yang saat kita cerita orang lain bakal memelas dan memberikan ibanya pada kita.

Bangkit tidak hanya beringsut, tidak setengah berdiri, tapi bangkit adalah posisi berdiri tegak dari jongkok, duduk, ataupun tidur. Karenanya tidak sedikit energi yang keluar untuk memfinalkan posisi bangkit. Dan pastinya tidak semua kita mampu untuk langsung bangkit dengan kepala tegak, dada tegap, dan mata lurus ke depan. Tidak jarang dalam prosesnya kita harus melewati yang namanya pusing, keliyengan, terhuyung, bahkan bisa saja jatuh lagi. Tapi yang menjadi point penting dari kejadian itu semua adalah adanya niat untuk berusaha bangkit.

Bangkit bukanlah atom yang berdiri sendiri, tapi bangkit adalah senyawa bahkan campuran dari jutaan harapan, miliaran asa, liarnya mimpi, dan ketiadalelahan tangan untuk mendongak memohon energi ekstra dari Illahi. Jadi, bangkit bukanlah suatu kemustahilan yang jauh dari angan. Bangkit bukan makhluk halus yang tidak terjangkau oleh tangan, tapi bukan berarti bangkit juga makhluk kasar yang akan membuat orang terluka kala menyentuhnya. Karena sejatinya bangkit sudah tertanam secara alami dalam diri kita masing-masing, tinggal mau atau tidak saja kita memakainya.

Bangkit bukan sebuah kata dadakan yang menggambarkan euforia, bangkit juga bukan kata yang hanya bisa dimagnetkan pada satuan tanggal masehi, dan bangkit juga bukan kata keramat bagi orang-orang loyo. Bangkit milik kita semua yang masih mempunyai jiwa, mimpi, serta harapan untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik. Dengan demikian, tidak ada alasan lagi rasanya bagi kita untuk hanya sekedar mengambil bagian di luar ring pada saat orang beramai-ramai teriak bangkit.

Bangkitlah... karena mentari harapan itu masih dan selalu ada untuk menunggu kepalan-kepalan tangan kita ke udara... Bangkitlah...

 

"Selamat Menikmati Gelora Semangat Hari Kebangkitan Nasional"

 

2 komentar:

  1. siaappp grak, tpi gimana ya hari kebangkitan nasional tp BBM naek, malah jadi hari kebangkrutan nasional

    BalasHapus

Dilarang keras berkomentar yang mengandung unsur saru dan sarkas