Bikin skripsi itu gak ubahnya kayak orang lagi belajar masak. Dimulai dengan bengong karena gak tau sama sekali, bahkan hanya untuk sekedar nyebutin nama bahannya. Kadang bingung karena tahu nama, tapi gak paham cara masaknya. Kadang malah cengengesan sambil garuk2 kepala gak jelas karena terlalu banyak tahu nama dan bahan, tapi masih bimbang mau mulainya dari mana. Tapi toh itu gak kita jadikan alasan buat tuk langsung surut, mengkerut, bahkan langsung mengurut tombol hape buat minta orang lain yang kerjain. Karena kita tahu; sebagus dan seenak apapun buatan orang lain masih jauh lebih keren, nikmat, dan jauh bikin ketagihan makanan yang kita buat sendiri hehehe
Nyatanya, ada 3 hal yang buat kita bertahan tuk mau terus mulai memasak dan bertahan dalam gerahnya suasana dapur; yaitu: niat, tahu cara, dan tahu rasa.
Setiap kita pasti punya niatan yang beda dalam mengarungi bahtera perskripsian ini. Ada yang cuma ngisi waktu luang sambil nunggu wisuda, ada yang ingin tunaikan "dendam" pribadi untuk bisa menaklukkan monster bagi mahasiswa tingkat akhir hingga menjadi casper; atau sebagai bentuk tunai janji bakti kepada ortu. Apapun itu, ujungnya kita kan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan.
Ada yang bilang, bikin skripsi dah kayak memasuki perjalanan panjang dalam hutan lebat, gelap, pekat, dan sendirian. Apa yang bisa kita lakukan dengan suasana kayak gitu? Meraba pastinya. Kita hanya tahu cara masuk dan tahu bahwa di ujung sana ada pintu keluarnya. Tapi, kita gak pernah tahu pasti ada rintangan apa di dalamnya. Akan bertubrukan dengan siapa, akan kesandung apa, dan bagaimana akan terantuk. Bagai memasuki labirin. Sampai kadang pusing dan pening sendiri karena sudah merasa jauh berjalan, tapi nyatanya hanya berputar2 di tempat yang sama. Kalau sudah gini, kadang hati dan mata kita menyanyikan lagu yang sama. Lagu kepedihan, keperihan, kesedihan. Ingin marah buat apa. Ingin kesal tapi kepada siapa. Akhirnya cuma air matalah yang bisa membahasakan semua cerita.... 😊
Bahan boleh sama, tapi rasa tak pernah persis serupa. Pasti ada personalisasi di sana. Dengan kata lain, variabel boleh sama, masalah boleh sederhana, tapi rasa yang kita suntikkan didalamnnya lah yang membuatnya terlihat begitu sempurna dan membahana. Karenanya, jangan pernah kecut dengan kesederhanaan ide. Sebab, kitalah yang membuatnya berbeda. Variabel besar, ide kompleks, tapi kita salah meletakkan rasa, malah bumerang yang menimpa. Ya rasa... rasa ada saat kita berproses mengolahnya. Rasa kesungguhan, rasa kejujuran, rasa pantang menyerah, rasa optimis, sampai dengan rasain aja segala rasa yang terasa hingga nantinya kita tersenyum bangga di ujung cerita. Dimana saat kita mampu menyuguhkan hidangan termanis dengan senyum termanis ke hadapan para "masterchef" sambil berucap " this is it.... bon appetit" 😊
Dan gak terasa tinggal hitungan hari kita kan suguhkan masakan buatan kita itu. Sekarang tinggal; hiaslah semenarik yang dibisa, kemaslah seunyu yang dimampu, dan berdoalah sekuat yang didapat. Rapikan segala peralatan karena waktu usaha telah hampir usai. Tinggal pertebal tawakkal. Manfaatkan detik2 terakhir tuk buktikan kita mampu dan bisa.
Sebab, proses adalah satu hal yang harus diseriusi, meski hasil merupakan hal lain yang mesti ditawakkali. Simpelnya, sama aja dengan yang pdkt-in mulu siapa, eh gataunya nikahnya ama siapa. Hehehe.... ya semuanya sudah selesai di langit kawan. Kontra diantaranya adalah ruang baru untuk belajar...
Akhirnya, selamat mengemasi dan menghiasi apa yang telah dibuat. Dan selamat menyajikan makanan ternikmat dan termantabs yang telah berhasil di buat. Tengoklah sedikit ke belakang, betapa hebatnya kalian telah mampu lampaui segala aral untuk sampai titik ini. Tersenyumlah sebagai hadiah atas segala lelah yang telah tercurah.... bismillah.... 😊
#skripsyik #GoesToSeptemberCeria2016
UK, 110716
lussysf