.post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Senin, 10 November 2008

Asesmen Kinerja alias Asssessment Performance

Pada dasarnya manusia itu tidak pernah puas dengan apa yang telah diperolehnya. Selalu saja ada alasan yang dibuat [buat malahan] untuk melegalkan segala upaya guna memenuhi kepuasan diri. Bila rasa tidak puas muncul dalam area positif sih gak masalah. Selalu merasa tidak puas saat tidak bisa beramal lebih baik dari orang lain, selalu merasa tidak puas saat tidak bisa lebih baik dari orang lain, de el el deh pokoknya. Tapi, kalo tidak puasnya muncul dalam area negatif, gimana ???... wuaduh, kalo diturutin bisa ancur lebur deh dunia persilatan dan perwayangan.

Karena merasa tidak puas itu jugalah, akhirnya asesmen kinerja lahir ke muka bumi ini (lebay mode on). Biasanya jika seseorang sudah merasa tidak puas dengan suatu hal, dia akan coba melirik untuk menjajah ke hal yang lain [yang lebih menjanjikan pastinya]. Nah, sekitar awal 1990an inilah para pengambil kebijakan di bidang pendidikan mulai main mata, melirik, sampai akhirnya tertarik dengan asesmen kinerja.

Apa sih pesona yang ada pada asesmen kinerja hingga dapat merebut hati para pengambil kebijakan tersebut ?????

Tau deh... belum paham... hehehe --- Mau paham ??? makanya, buruan lariin deh pandangan matanya ke bawah ini.... Selamat Menghidupi ya...


Apa sih Tes Kinerja itu ?
Berbicara tentang kinerja, pasti yang terbayang di kepala adalah tentang kualitas seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Begitu pula dengan tes kinerja, tes jenis ini mengharapkan agar peserta didik mampu mengkonstruk respons yang orgi. Untuk mengetahui bagaimana peserta didik mengkonstruk responsnya, seorang pendidik harus mengobservasi dan memberikan penilaian terhadap segala proses yang telah dijalani oleh peserta didik.

Fitzpatrick dan Morrison [1971] menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang pasti/jelas antara tes kinerja dan tes-tes lainnya. Mengapa demikian ? karena sebenarnya yang membedakan antara keduanya adalah cuma konsentrat pensimulasian kriteria saja, dan itu juga tergantung sejauh mana peserta didik mampu menyimpulkannya.

Setiap pendidik mempunyai pemikiran dan gaya yang berbeda dalam mengembangkan tes kinerja. Apapun itu bentuknya, paling nggak untuk mengkonstruk tes kinerja harus memenuhi ketiga hal berikut :

  1. Multikriteria, kinerja peserta didik harus dinilai oleh lebih dari satu kriteria. Ilustrasinya, untuk menilai kemampuan bahasa Inggris seseorang, yang dinilai adalah grammar, vocabulary, conversation, de el el.
  2. Spesifikasi kualitas standar, setiap kriteria yang ditampilkan peserta didik harus dinilai secara jelas.
  3. Penilaian, kinerja peserta didik dinilai berdasarkan apa yang dilakukannya secara nyata dan penskoran berbeda dengan cara penskoran tes konvensional yang bisa dilakukan dengan alat bantu, contoh : komputer.

Kenapa Asesmen Kinerja ?
Menurut Mehrens [1992] ada 3 hal yang menjadi alasan mengapa menggunakan asesmen kinerja :

  1. Adanya ketidakpuasan terhadap tes beropsi. Para pendukung asesmen kinerja beranggapan bahwa tes beropsi hanya menggambarkan kemampuan peserta didik secara parsial [tidak utuh], sehingga tidak bisa melihat kemampuan berpikirnya secara utuh. Selain itu, tes beropsi memiliki "daya surprise" yang rendah, karena peserta didik cuma diminta untuk memilih respons yang telah disediakan.
  2. Terpengaruh psikologi kognitif. Para psikolog kongnitif percaya bahwa peserta didik harus memperoleh "content knowledge" dan "procedural knowledge". Dan pengetahuan prosedural tidak bisa dinilai hanya dengan tes beropsi.
  3. Tes konvensional cenderung dipengaruhi konten materi. Dalam tes, pendidik cenderung untuk menanyakan kembali "secara langsung" materi yang telah disampaikan di kelas, walaupun sebenarnya materi yang disampaikan tidak bisa diukur hanya dengan tes konvensional, karena materi bersifat unjuk keterampilan atau prosedural.

Tugas Seperti Apa sih yang Cocok untuk Asesmen Kinerja ?
Tugas yang diberikan dalam asesmen kinerja berbeda dengan tugas yang diberikan dalam tes konvensional. Dalam asesmen kinerja, peserta didik hanya diminta untuk menyelesaikan satu tugas, sedangkan dalam tes konvensional/tradisional dalam satu materi peserta didik harus menjawab soal yang jumlahnya bisa sampai 50an. Yang tingkat signifikansi dan kebermaknaannya juga masih bisa dipertanyakan.

Dalam asesmen kinerja, pendidik meminta peserta didiknya untuk melakukan sesuatu hal secara konkrit. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat menemukan, melakukan analisis, menginterpretasi, hingga mencari celah terhadap kesalahan yang telah dilakukannya sendiri. Hal semacam ini akan jauh lebih bermakna daripada hanya sekedar menjawab soal beropsi saja.

Jadi, pada dasarnya tugas yang cocok untuk asesmen kinerja adalah tugas yang mampu memperlihatkan kompetensi peserta didik secara konkrit/nyata dan tidak hanya berhenti pada kemampuan yang tergambar di kertas saja.

 

Berhubung harus bagi-bagi otak dan tenaga buat ngerjain yang lain lagi, jadinya nih tulisan digantung sampai sini dulu ye... ntar kalo otak dan tenaganya dah ngumpul lagi pasti dilanjut lagi... semprit dah...



Diramu dan diparafrasekan dari :
Popham, W. James. Classroom Assessment : What Teachers Need to Know. Los Angeles :  
           Allyn & Bacon, 1995.

Zainul, Asmawi dan Agus Mulyana. Materi Pokok : Tes dan Asesmen di SD. Jakarta :
          Universitas Terbuka, 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang keras berkomentar yang mengandung unsur saru dan sarkas