Kutanggalkan Saja Jilbabku Ini

Gak selamanya dunia berwarna bak pelangi. Cerah, ceria, indah, dan mempesona. Dunia pun kadang bagai sebuah negatif film. Gelap. Perlu cahaya lebih untuk dapat melihat kejernihan gambar yang terperangkap didalamnya.

Sampai detik ini, entah sudah berapa warna yang tumpah di atas perjalanan hidupku. Mulai dari ceria hingga bahagia. Dari sedih sampai pilu pernah terasa. Kadang senyumku mewakili tangis dan kadang uraian air mata membahasakan bahagia. Kamuflase sempurna yang berhasil terukir indah di permukaan.

Terdiam. Refleksi. Kontemplasi. Menelaah diri sampai titik terujung khilaf. Basah. Tidak bisa lagi menelan ludah. Kala resah bersaudara kembar gundah berhasil mengasah border diri secara sah.

Jilbab ini masih bertengger di sini mulai dari awal ku memutuskan tuk mengenakannya. Terlepas hanya untuk orang yang pas.

Jilbab ini sewarna dengan perjalanan hatiku. Berwarna cerah saat ceria, berwarna ceria saat gundah, berwarna temaram pun bukan karena suram. Bercorak karena sedang tidak bergolak. Polos bukan karena habis dijotos. Semua terblend tidak seirama dengan skenario celotehan hati. Karena apapun perwujudannya, tetap harus dinikmati dan dibawa asyik aja.

Jilbab yang kukenakan ini sudah mampu merekam semua. Tawa, canda, jahil, marah, kesal, celoteh, diam, tersedu, menangis, dan berbagai fenomena diri lainnya. Sebagian dari track record hidupku sudah tergrafir secara invisible di sini.

Jilbabku adalah salah satu saksi bisuku dalam menapaki jalan ini. Terkadang timbul rasa sayang untuk mempensiunkan yang lawas. Sebaliknya, ku malah ingin tanggalkan saja jilbabku ini, biar tidak ada tanggal dan waktu yang luput dari ingatan. Tapi, setelah dipikir ulang rasanya kurang sip kalau semua jilbabku bermotif angka...



Ya ALLAH ridhoilah aku, agar jilbab ini dapat terus berkibar, mengudara, serta mengangkasa. Dan ridhoilah aku agar dapat menghadapMU dalam keadaan berjilbab dan tertutup auratku...

Asyhadu ala illaha illalah Wa asyhadu anna muhammadarrasululullah...

Allahu Akbar