"... Bagaimana Ayah menghiasi pondok kita dengan aneka buku bacaan, sebelum saya dapat membaca; bagaimana ayah menuyuruh saya menulis pengalaman sehari-hari ketika saya sudah bisa menulis; bagaimana ayah memindahkan saya dari satu sekolah ke sekolah lain agar saya memperoleh pendidikan yang terbaik; bagaimana ayah mengadakan kunjungan mendadak ke tempat penginapan saya di perantauan untuk memantau keadaan saya; bagaimana juga ayah menjaga kehidupan rohani saya agar berperilaku sesuai dengan ajaran agama; serta bagaimana juga ayah menghukum saya di kala saya nakal. Semua itu ayah lakukan supaya saya bisa menjadi orang yang tidak sia-sia..."
Itulah sedikit kalimat yang berhasil saya pancung dari Orasi Ilmiahnya Prof.Dr. Bintang Petrus Sitepu, M.A yang berjudul "Pengambilan Keputusan dalam Pengembangan Sumber Belajar" dalam rangka pengukuhan beliau sebagai guru besar.
Saya hanya memancung kalimat tersebut di atas, karena menurut saya kalimat itulah kunci keberhasilan beliau hingga bisa seperti sekarang. Mau tahu kalimat apa yang pertama kali keluar dari mulut saya sesaat setelah membaca orasi ilmiah beliau ?? "gak heran... kalau bisa seperti ini... beliau lahir dan dididik oleh orang tua yang hebat. Orang tua yang visioner". Sejurus kemudian kepala dan tangan saya gatal seketika, ingin rasanya secepatnya menuliskan sesuatu tentang beliau. Tetapi karena dah ada agenda lain yang perlu dituntaskan, jadi gak mungkin langsung ketak-ketik disana. Dan alhamdulillah, akhirnya di tengah pergulatan saat berjibaku dengan segala tugas malam ini, saya berhasil menyisipkan sedikit slot waktu untuk mencoba menuliskan segala hal yang sempat terpending siang hari tadi [hitung-hitung intermezo gitu deh...]
Beliau adalah salah satu pembimbing saya dalam mengerjakan skripsi. Seorang pembimbing yang penuh dedikasi dan memiliki komitmen yang tinggi. Panas, redup, hujan, atau bahkan sesibuk apapun beliau tetap komit dengan tugasnya sebagai pembimbing [dan dosen tentu saja]. Beliau adalah salah satu dosen yang rajin dan sudah hadir terlebih dahulu di kelas sebelum mahasiswanya datang [seperti menyambut kehadiran mahasiswanya]. Sampai-sampai kita bilang : "kapan ya Pak Tepu terlambat atau gak masuk... ada kek gitu yang bimbingan" [itulah mahasiswa suka mencari celah buat mendo'akan dosen-dosennya yang rajin ]
Terus terang beliau adalah salah satu inspirator saya dalam menapaki jalan ini. Mungkin, bila beliau bukan pembimbing skripsi saya, kejadiannya tidak akan seperti ini. Dan sebagai wujud penghargaan saya terhadap dedikasi beliau, berikut saya sampaikan sedikit kisah yang berhasil terekam saat berinteraksi dengan beliau.
Yah... perjalanan dalam pembuatan skripsi memang yang paling terekam dalam ingatan saya sampai saat ini. Dan kisah ini dimulai dari saat pertama kali saya menyerahkan proposal skripsi yang sudah di ACC Kajur. Kalimat ini yang keluar dari mulut beliau : "bisa gak satu semester selesai ? kalau tidak bisa, pembimbingnya tidak usah saya"
weits... belum apa-apa udah ditantang duluan... Saya kok ditantang, ya diladenin... remannya keluar... hehehe... "Iya pak...." itu jawab saya kala itu.
Pertemuan pertama, saya dibabat dengan berbagai macam pertanyaan yang berkaitan dengan content [kalau bisa saya jawab, kalau gak bisa paling nyengir sambil bilang "iya pak, referensinya memang belum lengkap]. Setelah itu, biasanya beliau memberi waktu untuk pertemuan selanjutnya. Dan sayapun coba untuk selalu menepati waktu yang dia berikan. Saat beliau sibukpun, dihari lainnya beliau menggantinya dengan standby di kampus dari jam 6 pagi [karena waktu itu kita bilang, kalau jam 6 bagaimana pak ?]
Saat saya kesulitan referensipun beliau ikut mencarikan, sampai telpon ke rumah segala lagi [sampai saya sendiri kaget, karena beliau hanya menyebutkan namanya saja tanpa embel apa2]. Sekedar informasi skripsi saya berjudul Evaluasi penyelenggaraan program diklat Prajabatan di BPPK DepKeu RI [kira-kira gini, judul pastinya dah lupa ]. Untuk sekaliber beliau gitu loh, mau-maunya ikut membantu mencarikan bahan [yang memang sulit didapat, setelah saya nungging ke sana ke mari] plus menelpon seorang lussy cuma untuk bilang "referensinya sudah saya dapat, nanti saya fotokopi kan saja ya".
Menurut ingatan saya, cuma sekali saya izin tidak menepati janji untuk ketemu beliau. Dan itu saya sampaikan saat berpapasan dengan beliau di jalan. "Pak, saya izin 2 minggu ini tidak konsultasi" begitu kata saya, lalu beliau menjawab "memang ada apa ?" "saya mau operasi usus buntu pak" dan jawabnya "ya sudah, ... [saya lupa respon kelanjutannya]" .
Nah sebelum berlanjut, peristiwa ini salah satu yang nempel kuat dikepala [karena udah bikin pusing]. Gimana gak pusing, saat instrumen sudah jadi dan siap disebar, saya harus operasi. Bila tidak disebar saat itu, dengan berarti saya harus nyari populasi yang berbeda dan berarti harus ganti objek yang di evaluasi [karena waktu prajab terbatas]. Padahal, ini adalah tahap akhir dalam rangka saya triangulasi data. Karena kondisi yang tidak memungkinkan, akhirnya saya mohon bantuan teman-teman buat menyebarkan kuesioner tersebut [terima kasih buat Tutut dan Ipeh, tanpa kalian saya gak bakalan lulus tepat waktu]. Alhamdulillah, Allah menunjukkan jalannNya dan memudahkan segalanya...
Untuk mengejar waktu yang kepotong buat operasi, saya harus membayarnya dengan kerja rodi. Percaya atau tidak saya sampai tidak tidur 3 hari, makan dah gak ada nikmat-nikmatnya [padahal ibu dan mas Uguck, gak ada lelahnya buat nyuruh istirahat dan akhirnya mereka nyerah dengan nyiapin doping, mulai dari makan sampai vitamin], dan konsultasi sampai sehari 3 kali [konsul... perbaiki... konsul... perbaiki... pokoknya selagi tuh dosen ada di kampus saya usaha banget buat ngebenahin yang masih dirasa kurang]. Jalan serasa udah gak napak. Aktivitas pembuatan skripsi inipun ditambah dengan masih adanya mata kuliah yang saya ikuti, dan aktivitas lainnya. Jadi kebayang gak sih gimana hebohnya saya... nah, efek dari kehebohan ini adalah jahitan operasi saya [yang memang masih diperban] berdarah lagi.
Akhirnya, sampai dengan tahapan saya di ACC buat sidang. Karena proses penjilidan yang cukup lama akhirnya saya sampai kampus agak sore dan udah mau tutup. Tapi surat untuk ujian harus sudah ada untuk para penguji, akhirnya saya berinisiatif ke TU buat ngetik sendiri tuh surat dengan speak-speak kayak gini [kira-kira] "Bu, banyak yang belum diketik ya suratnya ?? sini saya bantuin deh bu, biar cepet selesai" Alhasil, saya nongkrong deh buat ngetik surat di TU...
Seminggu dah mau sidang, ternyata ada tawaran dari IKJ [dulu kita sempat ada mata kuliah manajemen penyiaran di IKJ] buat ngikutin pelatihan, tapi syaratnya 4 hari itu haru diikuti secara full, Senin - Kamis dari jam 8 - sekitar jam 17-an. Tanpa pikir panjang langsung aja saya iya kan, kesempatan gak datang 2 kali [padahal Jum'atnya harus sidang]. Terang aja, teman-teman saya pada koor untuk bilang "wooy, ngapain loe masih ikutan pelatihan, bukannya nyiapin buat sidang" biasa saya ngejawab cuma dengan asal dan sekenanya aja "refreshing ah, lagian juga dah apal kali..."
Saya saat itu berpikir taktis aja, skripsi bukan dibuatin orang lain, segala hal yang bakal ditampilkan untuk sidang dah disiapin. Jadi, mendingan gue main-main aja sambil dapat ilmu. Ternyata... eh, ternyata... memang skenario ALLAH di atas segalanya. Saat saya sedang menyiapkan OHT buat dipresentasikan besok, teman saya telpon yang mengabarkan karena satu dan lain hal orang yang sedianya bertugas menyiapkan konsumsi untuk para penguji tidak bisa menjalankan tugasnya. Saya cuma bilang "wuaduh... kenapa baru bilang sekarang", selanjutnya tanpa banyak cakap saya langsung nenteng ibu saya buat nemenin nyari konsumsi di rawamangun. Gila bener deh... toko dah banyak yang tutup karena dah malem... setelah ngudek-ngudek rawamangun, akhirnya dapat juga.
Besoknya... Jum'at saya kebagian jadwal sidang jam pertama, yaitu jam 8 pagi dengan memakai konstum putih - hitam [oiya, ini baju juga minjem... jadi selain nyari kue juga nyari pinjeman baju] dan sambil menenteng 3 lembar OHT saya siap disidang. Ah... ternyata hari itu [gak tahu kalo hari yang lain, lupa gak nanya-nanya] saya memakan rekor sidang paling cepat... cuma 15 menit... dan yang membuat hati saya terenyuh bin terharu, pembimbing saya mengatakan ini : "saya tidak menyangka hasilnya akan sebagus ini, dan saya tahu persis bagaimana perjuangan dia saat sakit-sakit harus bimbingan dan datang ke rumah saya" [ini gabungan perkataan yang disampaikan oleh kedua pembimbing saya] Gimana beliau gak ingat, nggak pagi, nggak malam... selagi beliau ada, saya satronin rumahnya...
Alhamdulillah... perjuangan itu berhasil selesai dengan di wisudanya saya pada tanggal 22 September 2002. Kuliah suatu hal yang awalnya secara logika tidak mungkin terlaksana sekaligus juga hal terindah yang berhasil saya jalani. Nekad karena terus terang, saat itu uang hanya cukup untuk beli formulir UMPTN [nggak ada persiapan bila lulus pake uang apa]. Indah, karena saat lulus saya seperti diberi kado terindah dari ALLAH. Setelah sekian lama saya tidak melihat pelangi saya bisa melihatnya kembali di langit kota Jakarta yang begitu jernih, sejurus itu [secara kebetulan juga] lewat sebuah mobil Mercy dengan nomor polisi yang sama persis dengan nomor ujian UMPTN saya. Seketika saya takjub dan menangis... Subhanallah... Allahu Akbar... Jika ALLAH sudah berkehendak... segalanya terasa indah dan lancar...
Dan wisuda itupun, bagai sebuah hadiah ultah bagi saya karena 3 hari setelahnya saya merayakan ulang tahun...
Kayaknya... saya jadi lebih banyak menceritakan diri saya sendiri ya daripada kehebatan beliau... hehehe... jiwa narsisnya kebawa... yah... sekalian belajar bikin otobiografi aja deh [siapa tahu aja hidup saya tidak lama].
Okeh... balik lagi ke beliau...
Selain itu yang membuat saya salut dengan beliau adalah walaupun sudah lama tidak berinteraksi, beliau masih ingat dengan saya, bila bertemu masih menanyakan kelangsungan kuliah saya, bila kami berada dalam satu acara yang sama beliau selalu memanggil saya dengan gaya yang berbeda dengan peserta yang lain, sampai tadi saat saya menyalami beliau untuk mengucapkan selamat atas keberhasilannyapun masih memberikan sentuhan yang beda terhadap saya dibandingkan dengan yang lain.
Tetapi nggak enaknya atas kejadian skripsi tadi adalah "beliau selalu bilang... ah, waktu skripsi aja bisa, masa kayak gini aja gak bisa" [ceritanya belum lama ini saya diminta untuk membuat modul pengajaran dengan deadline yang sempit, dan saat itu kepala saya lagi kumat... saya langsung bilang, yang satu bab lagi besok ya pak ??... eh, respon beliau malah kayak gitu... ditambah dengan kalimat berikut... pokoknya sampai pagi juga saya tunggu"
Yah... gitu deh... kalau mau diceritain gak pernah akan ada habis-habisnya... yang jelas coretan ini saya buat lebih untuk menapaktilasi segala kehebatan beliau, pun bila ada cerita saya yang ikut bermain didalamnya itu hanya ekses saja . Pokoknya Selamat dan Sukses Buat Pak Tepu atau Om Bintang... Sampai saat ini bapak tetap menjadi salah seorang yang menginspiratori saya untuk bermain di jalan ini...
Speachless..
BalasHapusSalut bgt sama Beliau. Mba Lussy tulisan nya menginspirasi aku buat cepat2 nyelesain Kuliah ni.. En cepat disidang, TFS mba.. ^^
Maka tak boleh ada jenak yang terbuang. Tak boleh ada energi yang tersia. Aku, tubuhku, pikiranku, jiwaku, hatiku, akan melangkah. Satu demi satu. Lalu berlari. Di jalan pahlawan ini.
BalasHapusSeorang pahlawan, ya…
Apa yang dia lakukan ketika dia dapati waktu kosong di sela-sela harinya yang biasanya padat?
Ada dua kemungkinan:
Satu. Dia duduk dan menyusun rencana. Dia singkirkan semua godaan untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna – ataupun hal-hal dengan guna yang minimum. Karena waktu tidak pernah kosong. Karena waktu yang kita kira kosong itu menghampiri dengan senyum semanis gula-gula yang bakal habis dimakan semut. Jadi, dia menyusun rencana. Lalu dia laksanakan. Prinsipnya adalah seperti rumus matematika mencari luas maksimum pada bidang di bawah kurva. Kurva itu adalah waktu. Luas itu adalah produktivitas.
Dua. Dia tidak melakukan apa-apa untuk waktu kosongnya. Karena waktunya tak pernah kosong: tak pernah sepanjang hidupnya dia menghadapi situasi yang digambarkan pada paragraf pertama tulisan ini.
diambil dari http://suaracahaya.livejournal.com/17441.html
wah, keren ^_^
BalasHapushmm.luar biasa..saya juga punya dosen yang seperti itu..bu irma namanya...dosen yang paling rajin, dan paling luar biasa ilmunya di bidangnya...tulisannya bikin aku teringat sama beliau...pakabar ya, bu irma??
BalasHapus:)
sama dek saya juga begitu, walaupun beliau berbeda agama dengan saya tapi komitmen dan dedikasi beliau ke saya mantabs tenan.....
BalasHapus*Iya dek, kita harus sama2 buat nyelesaiin dan cepet2 di sidang... di KUA... hahaha
Subhanallah... comment yang cerdas dan berbobot pak ustadz... [jadi bangga saya... ;D]
BalasHapus*tidak satu halpun yang tersia-sia, cuma terkadang kitanya saja yang sering terjerumus buat menyia-nyiakan sesuatu hal itu...
wah... yang biasanya keren bukannya dirimu ??? : ipin_kerenz ^_^... berarti ilmu dirimu dah nitis dong... hihihi
BalasHapuskayaknya bu Irma baik2 aja deh mbak... belum lama ini abis SMS-SMSan ama saya [eh... yang sedang diperbincangkan Irma yang sama bukan ya ??? tapi kayaknya beda deh... hehehe]
BalasHapusoi...jangan panggil ustadz dong.. malu kite, ilmunye belum nyampe situ... panggil aje adit nan keren :D
BalasHapuspanggilan adalah do'a bos... kalau dirimu minta dipanggil adit nan keren, berarti ilmu kekerenan kamu dah nyampe dong ? hehehe
BalasHapus*oke deh pak ustadz adit nan keren... ;D
masya Allah, sumpe suseh dah komunikasi ame mpok... iye dah... enaknye situ aja dah ... :P
BalasHapusye si abang... suse kenape ??? nah ini pan dalam rangka komunikasi juge. Situ ngerti dan sini paham... beres... kagak suse pan...
BalasHapus*inget waktu kite ikutan abang none ye bang... hahaha
Hehe mpok Lussy juara tak diharap itu ya..
BalasHapus*kaburr..* ^^v
bukan tapi...
BalasHapus"peserta yang tiada pernah berhenti berharap"...
Jadi, kerjaannya ngarep doang... ;D
*akhirnye dinobatkan sebagai none ngarep dari jakarte timur... hehehe