.post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Sabtu, 05 Juli 2008

Falsafah Edelweiss

Edelwise, edelweiss, entahlah bagaimana sebenarnya cara penulisannya yang jelas aku menyukainya. Aku menyukainya bukan karena kemewahannya, keanggunannya, atau apalah yang membuat sebuah bunga nampak mewah. Justru kesederhanaannya, keapaadaannya, dan ketangguhannyalah yang membuat aku terpesona. Walaupun dia berasal dari tempat yang tinggi, namun dia tidak masalah untuk berlama-lama di tempat yang rendah dan bisa survive pula. Harumnya tidak semerbak melati dan warnanya tidak secerah mawar, namun dia mampu menebarkan nuansa keharuman dan keindahan yang tahan lama tanpa modifikasi apapun.

Bila dipikir-pikir, betapa indahnya falsafah yang dapat dipetik dari sebuah edelweiss untuk kehidupan. Betapa tidak, dia yang biasanya hidup di tempat enak, dingin, dan berstrata tinggi, mau dipindahkan ke tempat dataran yang terendah sekalipun tanpa mengeluh dan tanpa protes. Mungkin bunga-bunga lain tidak seperti itu, mereka dapat mengajukan protes dengan merontokkan tubuhnya, tapi edelweiss tidak !!!

Dan dia tidak pernah memberikan keharuman dengan cara diobral kepada semua orang, tapi hilang pada saat itu juga. Dia tetap memberikan wanginya kepada semua orang walaupun hanya sedesir wangi yang ia haturkan. Namun, itu telah menjadi itikadnya barangkali untuk memberikan nilai positif atau kewangian dalam dirinya pada semua orang, walaupun hanya sedikit, namun konsisten. Tapi sayangnya banyak orang yang tidak peduli dan tidak ngeh akan harum yang ia tebarkan, bahkan mungkin orang enggan menciumnya karena melihat penampilannya.

Satu lagi yang membuat aku terpesona padanya, yaitu kesederhanaannya. Tidak seperti mawar yang mengumbar kemolekannya dengan balasan duri, tidak seperti melati yang putih tapi hanya menebar wangi sesaat. Keindahan edelweiss sungguh alami, dan justru dari kealamian dan kesederhanaannya muncul sebuah kharisma. Dia tidak pernah mengumbar apa yang ada pada dirinya dan dia tidak pernah memberi konsekuensi bagi yang menjamahnya. Sungguh suatu hal yang perlu dicontoh, bagaimana kita mampu memberi kepada seseorang tanpa meminta pamrih dan tanpa mempublikasikan kebaikan kita kepada orang lain.

Andai aku dapat seperti edelweiss. Bisakah aku beradaptasi di tempat terendah dan sesulit sekalipun ? Bisakah aku hadir dengan kesederhanaan tanpa menarik perhatian penuh semua orang ? dan yang pasti aku dapat memberikan sesuatu untuk dirasa kepada semua orang, namun orang yang diberikan tersebut tidak tahu darimana rasa itu berasal. Aku ingin mereka mengecap, seperti yang aku kecap, bahkan kalau bisa lebih. Namun rasanya sekarang yang bisa aku lakukan adalah bersenandung dan bernyanyi tentang edelweiss, dan entah kapan falsafah edelweiss ini bisa terjalani ?????????????

"Edelweiss...
Edelweiss...
Every morning you greet me
small and white
clean and bright..."

12 komentar:

  1. idealis .....
    insyaAllh bisa ukhti, semoga...........amiiin

    BalasHapus
  2. mudah2an realistis juga ya mas akhi... ;D

    Amiin... semoga ALLAH meridhoi dan mohon do'anya ya mas akhi... :)

    BalasHapus
  3. amiiin....Allah kabulkan doa2 tulusnya....

    BalasHapus
  4. Mba lussy pintar membuat analogi ya.. Menarik.. InsyaAllah aku pengen belajar mengambil filsafah bunga Edelweiss. TFS mba :)

    jaman SMA doeloe teman sbangku ku nama nya Nurhasanah (hehe lengkap y) pnh mberika bunga itu. Scra anaknya suka naik gunung. Tp skrang Nurhasanah sudah tdk ada kbr nya lagi.. Namun edelweiss pemberian nya snantiasa tumbuh indah di hati..
    Dimanakah kau kini sahabat?Klw ada yg mengenalnya tolong lapor ke alamat di layar kaca anda ya.. :p
    maap mba lussy numpang curhat..

    BalasHapus
  5. jadi kayak acara tali kasih dek... hihihi

    semoga nurhasanahnya ketemu dan kenangan bersamanya selalu melekat dihati sampai kapanpun... [serius nih dek, kagak bercanda.... catet... ^_^]

    BalasHapus
  6. dek... dulu bayar sekolahnya patungan sama nurhasah ya ??? kok duduknya sebangku sih ??? gak cape, pangku2an ???? ;D

    *itu kalo temen satu kursi kali... hehehe

    BalasHapus
  7. Iya kadang slonjoran ga pake bangku.. Hehe mba lussy bisa aje..

    BalasHapus
  8. Siap2 cari pulpen mau cated.. :)

    BalasHapus
  9. mendingan transfer pake flashdisk aja ya... kalo nyatet ntar tangannya pegel2 lagi... ;D

    BalasHapus
  10. Wah, kok hampir sama dgn tulisanku: Sejumput Kelelahan dan Sekuntum Edelweiss.
    Give comments too ya... ^_^
    salam ukhuwah!

    BalasHapus
  11. ogtu ya mba... hmm... ternyata ide muter2 disitu2 aja ya...

    Seps...

    Salam ukhkuwah... ukhgoreng... ukhrebus... hehehe

    BalasHapus

Dilarang keras berkomentar yang mengandung unsur saru dan sarkas