.post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Jumat, 25 Juli 2008

Kita Selayaknya Rumah

I'm OK you're OK
I'm OK you're not OK
I'm not OK you're OK
I'm not OK you're not OK


Pernah baca, denger, atau ngedalemin tuh teori ???? Kalau belum pernah sama sekali, berarti saya harus ngeluarin energi ekstra nih buat mengiklankan itu teori
. Teori di atas dikenal dengan Teori Johari Window. Menurut teori ini selain ada bagian-bagian dalam diri kita (disebut jendela) yang terbuka (orang lain tahu dan kita tahu) dan tertutup (orang lain tidak tahu tapi kita tahu), ada pula daerah yang gelap (orang lain tidak tahu dan kita pun tidak tahu), serta daerah buta (orang lain tahu tapi kita tidak tahu).

Mengapa saya angkat masalah ini ??? karena... eh, karena... berjudi itu haram... hehehe... bukan deng maksudnya karena teori itu pas banget sama kondisi sekarang. Saat satu persatu [tanpa disadari] individu masuk ke dalam zona sharing. Dimana setiap individu ingin membagi segala hal yang masih ngumpet dikepala dan hatinya.

Menurut hasil pengamatan saya [yang tidak mendalam], fenomena ini lahir salah satunya adalah karena kita telah memasuki dunia informasi. Dunia yang tiap detiknya berhasil melahirkan "bayi-bayi informasi". Dengan semakin banyak informasi yang beredar, maka [kemungkinan besar] semakin banyak pula informasi yang dibaca dan terserap. Ujung-ujungnya semakin banyak saja informasi yang bersarang dan membludak di kepala, yang akhirnya mereka semua semakin butuh dan  menuntut tempat untuk pelampiasan. Selain itu, mungkin juga karena semakin banyak individu yang ingin mengamalkan hadis "balighu anni walaw aayah (sampaikanlah walaupun hanya satu ayat)"


Rasanya tangan menjadi gatal, otak jadi gemetar, dan badan jadi panas dingin bila sehari saja tidak bersentuhan ataupun [dalam tataran spesifik] tidak sharing informasi kepada orang lain. Positif dari semua ini adalah secara tidak langsung kita sudah melaksanakan spiralisasi pengetahuan. Tidak hanya sebagai pelaku pasif informasi, tetapi juga mampu sebagai pelaku aktif informasi. Namun demikian, tidak semua hal atau informasi layak untuk disounding [apalagi episentrum dari informasi yang disounding itu adalah diri kita sendiri]. Hukum privacy masih berlaku lho... Selain itu juga, mengingat bahwa kita makhluk berdimensi, maka tidak heran bila nantinya informasi yang kita lempar menghasilkan sensasi yang bergradasi pada setiap orang. Ada yang suka, ada yang suka banget, malahan ada yang sampai addict terhadap segala informasi yang kita lempar... [nah lho... kok contoh respon yang dimunculkan positif semua ya ??? ]

Bila boleh dianalogikan, kita layaknya sebuah rumah. Rumah adalah perwujudan dari diri kita secara keseluruhan dengan segala anatominya. Jendela bagai telinga, Pintu bagai mulut, dan perabotan yang ada didalamnya adalah segala informasi yang kita ketahui [baik yang berkenaan dengan diri sendiri ataupun orang lain]. Yang mendesain interiornya adalah "kepala" dan hati.


Rumah bagai Perwujudan Diri
Setiap individu mempunyai struktur, kontur, dan gaya yang berbeda. Ada yang tinggi, pendek, gemuk, langsing, mulus, bertekstur, cakep, ganteng, manis, imut, lucu, ngeselin, songong, sampai yang caur bais . Semua hadir beriringan dengan kelebihan dan keterbatasannya masing-masing. Karena semua itu relatif, tergantung dengan dan kepada siapa karakteristik itu dibandingkan. Yah.... kecakepan, kegantengan, kemanisan, keimutan emang relatif, tapi yang jelas jelek itu teteup mutlak jatuhnya... hihihi [bercanda ye...]. Tenang aja ada kata-kata penenang untuk kategori mutlak ini kok... "Justru kekurangan yang ada pada dirilah yang membuat kita bisa dikatakan sebagai manusia" [dicuplik dari kata-kata dalam film "Bicentennial Man"nya Robbie Williams]. Lagipula yang membedakan kita dihadapanNya juga bukan penampilan fisik sih, tetapi lebih pada kadar keimanan yang kita miliki.

Namun begitu, bukan berarti kita dilegalkan untuk tidak memperhatikan penampilan lho. Jangan lupa ama teori ini : 3 x 3 = 9... "Tega gak Tega, yang Penting Penampilan" [halah... teori siapa sih nih... caur begini ]


Jendela Bagai Telinga
Jendela adalah salah satu benda yang biasa nempel di rumah, yang fungsinya agar rumah yang kita tempati tidak pengap dan gelap. Karena dengan adanya jendela, udara dan cahaya jadi bisa masuk kedalamnya. Kira-kira apa yang terjadi ya, jika suatu rumah tidak memiliki jendela ??? Bingung, lihat aja dari fungsi kenapa jendela harus ada.

Sekarang bayangkan, jika tubuh kita tidak memiliki telinga atau jika punya kita tidak memfungsikannya secara optimal ?? Yang jelas secara perlahan tapi pasti, kita akan ter
bai'at menjadi penganut paham bolotisme. Salah satu ciri khas penganut paham ini adalah apapun pertanyaan yang mendarat akan direspons dengan "hah, apaan, maaf gak tau, yang mana sih ?, emang kenapa ? emang harusnya gimana ? pardon me... [kata yang terakhir dicantumin biar bolotnya agak kelihatan gaya dikit gitu loh... ].

Bisa kejadian kayak gitu, karena telinga adalah salah satu instrumen tubuh yang bisa digunakan buat main detektif-detektifan. Maksudnya telinga berfungsi untuk mendetect segala gelombang suara yang berbau-bau informasi. Mulai dari berita burung sampai berita gajah bisa nemplok di telinga kita. Semakin lebar kita membuka telinga, maka semakin banyak informasi yang bisa masuk. Tapi jangan lupa anti virus, anti malware, anti spyware yang dah terpasang alami di diri harus kudu di sering di up date, biar hal-hal buruk yang ada di luar tidak mempunyai peluang buat ngobrak-abrik hard dan software diri. Lagipula "Gak semua yang Loe Denger itu Bener kan ???" [meminjam tagline sebuah iklan permen].


Pintu bagai Mulut
Pintu merupakan gerbang sirkulasi individu. Selain itu pintu adalah salah satu sarana yang bisa dimanfaatkan diri buat mengshow-offkan isi rumah. Dengan kata lain, semakin sering dan lebar membuka pintu, maka semakin besar pula orang lain untuk mengetahui isi rumah kita secara jelas.

Mulut tak ubahnya sebuah gapura agar seseorang dapat melihat sekaligus mengetahui isi hati kita. Semakin banyak ngobrol, semakin banyak kita tahu sisi pribadi orang lain. Semakin mengetahui sisi pribadi orang lain, maka semakin kita mengenal pribadi orang lain. Semakin mengenal akan semakin kita memahami kondisi orang lain, yang akhir dari itu semua adalah munculnya keterikatan hati diantara sesama .

Kadar setiap orang untuk mengexpose sisi pribadinya adalah berbeda-beda, tergantung paham yang dianut orang tersebut [itu juga kalau paham, kalau gak paham ya gak tau juga deh... hihi...] Tapi maksud sebenarnya bukan begitu kok, seberapa terbukanya seseorang kepada orang lain terkait dengan budaya yang dianut dan pengalaman yang telah ia jalani.

Setiap kita mempunyai sisi privacy yang berbeda, yang [pastinya] dengan sekuat tenaga akan kita terus kerangkeng. Paling nggak kerangkeng privacy itu akan kita buka hanya untuk orang-orang yang berhak saja. Karena kalau semuanya dibuka, berarti yang kita punya tinggal rahasia umum aja dong [sebab rahasia pribadinya sudah tergusur semua]. Bila semuanya dibuka [menurut saya], kita menjadi tidak mempunyai hal yang spesial dan unik dalam diri... yah, jadi kayak tamu di rumah sendiri gitu lho. Karena dengan pintu yang tidak pernah tertutup, membuat orang bisa dengan seenaknya bebas masuk, mengacak-ngacak, sekaligus memberi noktah pada "rumah" kita. Kalau sudah begini bisa hancur dong dunia persilatan dan perwayangan...


Pendesain Interior adalah "kepala" dan "hati"
Setiap rumah pasti memiliki konsep, walaupun konsep yang dipilih adalah tidak menggunakan konsep . Tetapi paling nggak, tuh tuan rumah dah kepikiran mau diapain nih rumah biar aksesoris atau perabot yang ada didalamnya bisa enak dipandang. Jadi, nggak heran kalau orang-orang ada paling sibuk buat menanganinya [sampai pakai jasa desainer interior segala], karena katanya sih desain interior rumah itu mencerminkan pemiliknya.

Tapi bagi mereka yang masuk ke dalam golongan orang-orang nggak [lawannya orang ada] langsung mendaulat dirinya sebagai desainer interior. Dengan desain andalannya simple dan minimalis, maksudnya simple dan minimalis dari segi keuangannya... hehehe. Apapun itu desainnya, yang jelas setiap tuan rumah selalu pengen rumahnya rapi, merasa nyaman, dan betah saat kembali dari aktivitas di luar rumah.

Nah, bila dianalogikan ke dalam diri, maka sesungguhnya "kepala" dan "hati"lah yang menata segala cerita yang masuk ke dalam diri kita selama ini. Bagaimana agar cerita yang masuk memiliki nilai, bagaimana membuat cerita bisa terpasang manis, dan bagaimana menempatkan recycle bin yang pas tanpa merusak pemandangan aksesori yang lain. Semua itu akan benar-benar tertata rapi sesuai dengan SOP dari Sang Maha Kuasa, apabila kita menggunakan iman sebagai otak intelektual atau desainernya.

Imanlah yang membuat kita tidak pecicilan dalam meletakkan lukisan indah di hati. Iman pulalah yang membuat kita tidak mengutuk dan meratap, saat harus memunguti porselen yang pecah. Iman memang bisa turun naik, namun bukan berarti hal ini bisa dijadikan apologi saat kita melakukan pengacak-acakan terhadap segala perabot yang ada di diri kita. Sekali aja kita melakukan pengacakan [apalagi besar], maka akan butuh tenaga lebih buat menjadikannya seperti sedia kala.... semisalnya pun sampai akhir kita tidak mau memberesinya, maka tenang saja di akherat nanti pasti sudah ada yang akan  "ngeberesin" kita kok...


Apapun opsi yang kita pilih pasti memiliki konsekuensinya. Jika kita adalah rumah, jadilah rumah yang membuat orang lain merasa nyaman. Bisa menjadi tempat berteduh, kala hujan air mata mulai menggenang. Bisa menjadi tempat relaksasi untuk mengendurkan segala penat, dan bisa menjadi tempat rekreasi untuk merayakan segala harap yang sudah tergarap.

Baiti Jannati... Rumahku Surgaku...
Walau hadir dengan kesederhanaan dunia, tapi bisa mengantarkan pada kemewahan akhirat...

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Diakhiri dengan theme song Rumah Kita karya Ian Antono [dipopulerkan GODBLESS]

"Hanya bilik bambu tempat tinggal kita
tanpa hiasan tanpa lukisan
beratap jerami beralaskan tanah
Namun semua ini milik kita sendiri

Hanya alang-alang pagar rumah kita
tanpa anyelir tanpa melati
hanya bunga bakung tumbuh di halaman
Namun semua ini punya kita
memang semua itu milik kita

Haruskah kita beranjak ke kota
yang penuh dengan tanya

8 komentar:

  1. Lagu favorit saya waktu kelas 6 SD, horeeeeeeee *plok-plok-plok, tepuk tangan

    BalasHapus
  2. kalau saya senang lagu itu sampai sekarang mas...

    ayo beri keprok2...
    ayo kita keprok2...prok...prok...prok...

    BalasHapus
  3. i'm OK toooooooooooooooo.....:P

    BalasHapus
  4. i'm ok three, four, five, six,.... hehe ;D

    BalasHapus
  5. Pendesain Interior adalah "kepala" dan "hati"

    ======>Kalimat tercerdas hari ini......

    BalasHapus
  6. ;D... kalau yang hari itu apa mba ???

    BalasHapus
  7. hari minggu,senin selasa,rabu,kamis,jumat,sabtu,harimau,hari suseno,hariyanto...hehe..pilih aja!!!

    BalasHapus
  8. wah... nama temen SMP saya ada yang kesebut tuh... hariyanto. Kenal mba sama hariyanto ? apa tuh anak dah nyampe makasar ?

    BalasHapus

Dilarang keras berkomentar yang mengandung unsur saru dan sarkas