Guru adalah murid yang sangat suka belajar dan berani menanam manusia, begitulah yang dikatakan Eka Budianta dalam presentasinya tentang "Developing Global Perspectives within the Local Context"
Aroma globalisasi makin kencang saja berhembus dalam dunia pendidikan. Bahkan bukan hanya sekedar berhembus, namun aroma globalisasi ini sudah menempel pada semua orang yang bermain dalam dunia pendidikan, tanpa terkecuali. Guru dan peserta didik adalah salah dua yang paling banyak mendapat tempelan dari aroma tersebut.
Sekarang yang menjadi masalah adalah bagaimana caranya meliarkan kompetensi secara global saat diri berada pada dimensi lokal ? Jawabannya adalah transformasi. Transformasi di sini dalam artian dapat menerima segala sesuatu yang baru (kemudian memilihnya) dan yang terpenting adalah bagaimana kita mensyukurinya.
Global dan lokal adalah bagai dua sisi mata uang, bila tidak ada salah satunya berarti sama saja telah mematikan fungsinya sebagai mata uang. Tidak berguna.
Dengan berpikir global, secara tidak langsung kita sudah berani mempersiapkan anak didik untuk berani bersaing dan menjadi pemenang dalam era global. Bertindak lokal, karena memang kita sedang mempersiapkan SDM yang berada di dalam negeri.
Secara selintas (mungkin) yang diujarkan di atas cukup sulit untuk diaplikasikan, terlalu ideal. Namun ada cara mudah untuk memulainya yaitu dengan cara mulailah dari mengelola area yang bisa dikontrol dan dipengaruhi terlebih dahulu, walaupun skupnya masih terbatas pada kelas pribadi saja. Tetapi, paling tidak perspektif kita telah berubah untuk menyongsong perubahan ini.
Ada dua hal yang membuat seorang guru bisa bermain secara lancar dalam mewujudkan "think global act local" di tempat dia bertugas, yaitu : melek informasi (mulai dari butuh sampai dengan tahu bagaimana memodifikasi informasi) dan melek profesional (tahu apa yang dia kerjakan dan bisa mempertanggungjawabkan secara mandiri apa yang dia lakukan).
Tidak hanya guru yang harus mempersenjatai dirinya. Peserta didikpun harus juga mampu mempersenjatai dirinya untuk bisa sukses bertarung dalam era global. Bisa menghargai perbedaan individu (melek perbedaan individu), inilah salah satu kunci. Dan kunci ini sudah selayaknya diduplikasi, sehingga siapapun atau karakter seperti apapun yang dia temui, mereka bisa membukanya secara mudah, mulus, dan lancar.
*Residu dan diparafrasekan kembali dari Presentasi Eka Budianta dalam Konggres Guru Indonesia (Balai Kartini, 27 - 28 November 2008) tentang topik "Developing Global Perspectives within the Local Context"
http://tianarief.multiply.com
BalasHapussiap meluncur pak guru... :)
BalasHapus^.^
BalasHapusmaksudnya bu...
BalasHapusno comment karena isinya serius pisan euy..hehe
BalasHapuskalo diselewengin takut dosa ye... hehe
BalasHapusbukan...takut malu hihihi
BalasHapuskagak keliatan ini mukanye... kagak ketauan ini alamatnye... kagak ada yang tau ini tempat kerjanye... kagak ada yang tau ini tempat persembunyiannye... Jadi bisa dikatakan, susah buat ngegerebek dirimu jika dirimu ngaco dalam berkomentar...
BalasHapushahaha
ga mudheng aku tuh mbak...bukan bidangku
BalasHapusberarti yang kayak gitu belum pernah Kodar :D
BalasHapusemang bidangmu apa ? bidang datar atau tidak datar ? ;D
BalasHapusiye kayaknye... profilnya masih terselimutkan kabut misteri jadinye... :)
BalasHapusbidang yang membutuhkan panjang kali lebar...wueh tambah ngaco
BalasHapusIya mbak, teman-teman MPers yang dulu juga gitu, terus karena penasaran pada ketemuan deh sampai sekarang. Udah baksos berkali-kali loh
BalasHapus*teteup :D
masalah transkrip-mentranskrip sepertinya mbak Lussy lebih jago dari saya, ajarin dong mbak :D
BalasHapushalah... masasih... jadi malu... ada juga saya kali yang belajar sama mas, secara jurusan ngulinya berbau2 kayak begonoan... hehehe
BalasHapusnih saya transfer ilmunya lewat monitor.. tempelkan tangan mas ke monitor beberapa saat... terus setelahnya rasakan apa yang terjadi ???
pasti kagak ngaruh apa2 kan jawabannya... hahaha