.post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Minggu, 22 November 2009

Sebuah Analog

Pernahkah kau tau apa yang kupikirkan saat termangu?

Saat kuingin berkalut dengan pikiran usang dan baruku

Saat kuingin menyendawakan segala pikiran yang berjejal di sudut-sudut masa

Masa yang tak pernah luput dari mimpi yang mengerucut jadi cita dan akhirnya mewujud setets nuansa

Ah... Semuanya telah mewujud jutaan varian mural di dinding-dinding jiwaku

Pernahkah terbersit di hatimu keinginan untuk mengetahui apa yang tengah lengket di kepalaku?

Jika iya, ku kan menjawabnya dengan sekali hempasan nafas saja

Bila tidak, ku kan coba merasuki hati dan kepalamu hingga kutemukan apa yang tengah lengket di kepalamu

Ku takkan egois untuk hal semacam ini

Ku kan bermusyawarah dengan hatimu untuk bisa memufakati langkah berpikirmu

Ternyata cuma 3 spot yang suka terpampang dalam slide lamunku

Setelah nanti kuujarkan

Mungkin kau akan menyoraki dan lantas mencapku dengan orang yang berpikiran sederhana

Ya, memang begitulah aku

Cara berpikirku memang sederhana

Tapi satu hal yang bisa kau gambar, ku tidak suka melihat hal secara analog

Mengeja, menata, dan menyeka

Hanya sekali nafas dalam penyebutannya bukan???

Namun, bila kau ingin tau lebih dalam tentang ketiga hal tersebut

Kurelakan beberapa kali nafasku terhempas untuk menebalkan itu semua

Dalam diam, kucoba mengeja segala hal yang telah melayang di lingkaran hidupku

Kucoba baca dan maknai hal yang belum tersembul secara nyata

Dengan mengeja, ku coba memahami ujung hingga pangkal dari sebuah cerita

Mengeja cerita untuk meretas makna

Makna yang sejatinya sudah tersangkut di lauhul mahfudz

Dalam kesendirian renung, ku coba menata

Menata langkah yang sudah terkocar-kaciri oleh tarikan berbagai kepentingan

Mencoba menelanjangi diri

Mencoba mengobyektifi rasa

Mencoba mensubyektifi pikir

Semua formula kucoba sampai mendekati seleraNya

Karena sejatinya, Dialah muara segala penataan ini

Dalam kesoliteran raga, kucoba untuk menyeka

Menyeka segala ego kemanusiaanku

Menyeka segala emosi yang telah mengacaukan jarak pandangku dalam menelusuri kilometer hati orang lain

Menyeka segala sangka yang sudah beranak pinak di lembaran hari hidupku

Menyeka segala rasa yang sudah terhipnotis kesemuan warna

Kucoba seka walau ku yakin pasti masih banyak sisa

Namun cuma satu yang membuatku tida berputus asa karenanya

Kuingin sekali merebut cintaNya

Sudah kunarasikan semuanya

Dan memang hanya hal sesederhana itu yang ku punya

Ku bukan orang yang luber ilmu

Tapi jika diizinkan, biarlah kucoba memewahkan itu semua dengan kata: "aku dilahirkan ke dunia bukan sebagai penjaja kepandaian dan pengasong kesombongan"

Walau kata yang tersebut terakhir ini membuatku terpeleset dalam sumur beraroma kesombongan

Ku beringsut dari ruang diam ke ruang gerak

Ku gelar selembar kain di sudut ruang

Ku basah, ku banjir, ku tenggelam di atasnya

Eranganpun keluar saat kutemukan hatiku yang kelam

Jiwaku yang hampir karam

Parauku menyurut

Kesadarankupun tersundut

Ternyata memang belum ada hal yang telah kulakukan hingga cintaNya bisa terpungut

: Allahumma a inni 'alaa dzikrika wa syukrika wa husni ibaadatika ( Ya ALLAH berikanlah kami kekuatan untuk selalu mengingatMu, mensyukuriMu, dan perbaikilah segala ibadahku kepadaMu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang keras berkomentar yang mengandung unsur saru dan sarkas